BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Permasalahan
Peningkatan
kualitas pembelajaran merupakan salah satu pilar upaya peningkatan mutu
pendidikan secara keseluruhan. Upaya peningkatan mutu pendidikan adalah bagian
terpadu dari upaya peningkatan kualitas manusia, baik aspek kemampuan,
kepribadian, maupun tanggung jawab sebagai warga negara.
Keberhasilan
suatu pendidikan dapat tercapai apabila manusia selalu belajar. Belajar
mengandung dua pokok pengertian yaitu proses dan hasil belajar. Proses belajar
disini dimaknai sebagai suatu kegiatan dan usaha untuk mencapai perubahan
tingkah laku, sedangkan perubahan tingkah laku tersebut merupakan hasil
belajar. Hasil belajar dalam dunia pendidikan pada umumnya ditunjukkan dengan
prestasi belajar artinya bahwa keberhasilan proses belajar mengajar salah
satunya dapat dilihat pada hasil atau prestasi yang dicapai siswa.
Pada
dunia pendidikan, ilmu matematika merupakan salah satu komponen dari
serangkaian mata pelajaran yang mempunyai peranan penting. Matematika sangat
diperlukan sebagai alat dalam pengembangan teknologi dan industri. Matematika
digunakan sebagai alat bantu dan dasar logika penalaran, sehingga matematika
diberikan hampir semua jenjang pendidikan, bahkan diujikan secara nasional pada
setiap akhir jenjang pendidikan.
Ada
banyak alasan tentang perlunya siswa belajar matematika. Alasan perlunya
belajar matematika karena matematika merupakan:
1. Sarana berpikir
yang jelas dan logis.
2. Sarana untuk
memecahkan masalah.
3. Sarana mengenal
pola–pola hubungan dan generalisasi pengalaman.
4. Sarana untuk
mengembangkan kreativitas
5. Sarana untuk
meningkatkan kesadaran terhadap perkembangan budaya.
Saat
ini kondisi pengajaran matematika memang belum seperti yang diharapkan, kritik
dan sorotan masih dikemukakan, antara lain adanya kemerosotan mutu kelulusan
yang ditandai dengan rendahnya prestasi belajar siswa. Para ahli matematika
menyadari bahwa mutu pendidikan matematika sangat tergantung pada kualitas guru
dalam praktik mengajarnya, sehingga peningkatan kualitas pembelajaran merupakan
isu mendasar bagi peningkatan prestasi belajar matematika
Proses
pembelajaran matematika yang dilakukan di sekolah-sekolah cenderung menunjukkan
guru lebih banyak ceramah, media belum dimanfaatkan, pengelolaan belajar
cenderung klasikal dan kegiatan belajar kurang bervariasi, tuntutan guru
terhadap hasil belajar dan produktifitas rendah, tidak ada pajangan hasil karya
peserta didik, guru dan buku sebagai sumber belajar, semua peserta didik
dianggap sama, penilaian hanya berupa test, latihan dan tugas kurang menantang,
dan interaksi pembelajaran searah.
Pembelajaran
yang demikian ini tidak menunjukkan apapun mengenai upaya dari gurunya, hanya
menghabiskan waktu dan anggaran tanpa kemajuan yang berarti. Proses belajar
matematika yang baik adalah guru harus mampu menciptakan suasana yang aktif dan
kreatif untuk membuat siswa antusias terhadap persoalan matematika.
Selama
ini pembelajaran matematika yang berlangsung di sekolah sebagian besar
menggunakan metode ceramah. Metode ceramah adalah penyajian pelajaran yang
dilakukan guru dengan penjelasan lisan secara langsung terhadap siswa.
Pembelajaran
dengan metode ini guru lebih aktif dan siswa cenderung pasif karena hanya duduk
dan menerima informasi dari guru. Meskipun ceramah guru memberikan kesempatan
untuk bertanya, namun siswa biasanya hanya diam karena belum terbiasa dilatih
untuk memikirkan dan mengemukakan gagasan yang dimiliki. Metode pembelajaran
yang demikian berdampak pada rendahnya aktivitas dan kreativitas anak sehingga
berdampak pula pada prestasi belajar siswa.
Aktivitas
dan kreativitas siswa dalam pembelajaran matematika merupakan faktor terpenting
dalam menunjang prestasi belajar, karena belajar matematika membutuhkan
kecerdasan, keterampilan menganalisa, berpikir abstrak, dan mendalam serta
memiliki kreativitas yang tinggi dalam memunculkan ide atau gagasan baru untuk
memecahkan soal matematika. Selain itu untuk meningkatkan prestasi belajar
siswa, guru harus bisa memilih suatu metode pembelajaran yang tepat sehingga
siswa mudah untuk menerima pelajaran. Misalnya guru menggunakan pendekatan Active
Learning. Pendekatan ini mewajibkan para siswa untuk berkolaborasi dengan
teman sekelas, berpindah-pindah tempat, dan tidak terpaku di tempat duduk
sehingga siswa semakin senang dalam mengikuti pelajaran di kelas.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan pada uraian latar belakang masalah
tersebut diatas dapat diidentifikasi beberapa masalah, sebagai berikut :
1.
Adanya kemungkinan prestasi belajar siswa dalam pembelajaran matematika masih
rendah, dipengaruhi oleh motivasi belajar siswa yang rendah pula.
2.
Adanya kemungkinan pemilihan strategi pembelajaran mempengaruhi prestasi
belajar siswa.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang yang telah diuraikan maka penyusun mencoba merumuskan masalah
sebagai berikut “Bagaimana langkah-langkah yang dilakukan dalam pembelajaran
trigonometri dengan pendekatan Active Learning?”.
D.
Tujuan Penulisan
Tujuan
penulis menulis makalah ini adalah :
1. Meningkatkan
prestasi belajar siswa, karena dengan adanya active learning diharapkan siswa mampu menguasai materi dengan
baik.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Tinjauan
Pustaka
Pembelajaran Aktif atau
yang akrab dengan istilah Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active
Learning (SAL), sebenarnya dalam dunia pendidikan bukanlah yang baru, tetapi di
Indonesia baru sekitar tahun seribu sembilan ratus Sembilan puluhan saat
dipopulerkan secara nasional. Pengertian CBSA sendiri tidak mudah didefinisikan
secara tegas, sebab bukankah belajar itu sendiri wujud dari keaktifan siswa
walaupun derajat keaktifan yang tidak dapat diukur atau diamati, misalnya
menggunakan khasanah pengetahuannya untuk memecahkan masalah, memilih
teorma-teorema, konsep-konsep untuk membuktikan suatu proposisi, melakukan
asimilasi dan modifikasi dalam rangka memahami pelajaran dan sebagainya.
Keaktifan dalam pembelajaran adalah lebih banyak
berupa keaktifan mental meskipun dalam beberapa hal juga yang diwujudkan dengan keaktifan fisik. Sejalan
dengan faham konstruktivisme, diyakini bahwa mengajar tidak dapat disamakan
dngan menuangkan air kedalam botol, atau melukiskan suatu informasi pada
selembar kertas. Konstruvisme berlandaskan dua hipotesis, yaitu :
1. Pengetahuan
dibangun (dikonstruksi) secara aktif oleh dan dalam diri subyek belajar, bukan
secara pasif diterima dari lingkungan belajar.
2. Peranjakan
dalam memahami seuatu pngetahuan merupakan proses adatif, yang mengorganisasikan
pengalaman si pelajar dalam interaksi dengan lingkungannya.
Dalam faham konstruktivisme diyakini bahwa
pengetahuan (knowledge) tentang sesuatu merupakan konstruksi (bentukan) oleh
subyek yang (akan, sedang) dalam proses memahami sesuatu itu. Pengetahuan
bukanlah gambaran dari dunia kenyataan yang ada, pengetahuan selalu merupakan
akibat dari suatu kontruksi kognitif kenyataan melalui kegiatan seseorang. (Paul Suparno, 1997). Pengetahuan bukanlah
tentang dunia yang lepas dari pengalaman tetapi merupakan ciptaan manusia yang
dikonstruksikan dari pengalaman atau dunia sejauh dialaminya. Proses pembuktian
ini berjalan terus menerus setiap kali mengadakan reorganisasi karena adanya
suatu pemahaman yang baru (Peaget, 1991). Pengetahuan selalu merupakan
konstruksi dari seseorang yang mengetahui, maka tidak dapat ditransfer kepada
penerima yang pasif. Penerima sendiri harus mengkonstruksi sendiri pengetahuan
itu. Semua yang lain entah obyek maupun lingkungan, hanyalah sarana untuk yang
terjadi konstruksi tersebut (Paul Suparno, 1997).
Berangkat dari pandangan ini maka seorang siswa
dapat memahami matematika (termasuk di dalamnya Trigonometri SMA) hanya apabila
siswa secara aktif mengkonstruksi pengetahuan yang ada pada dirinya lewat pengalamanya dengan lingkungan
lewat pengalaman belajar mereka. Dalam
pembelajaran aktif, siswa lebih berpartisipasi aktif sedemikian sehingga
kegiatan siswa dalam belajar jauh lebih baik dominan dari kegiatan guru dalam
mengajar. Tetapi perlu diketahui bahwa pembelajaran aktif bukan merupakan
konsep yang memisahkan pembelajaran secara dikotomis menjadi pembelajaran aktif dan pembelajaran pasif,
derajat keaktifan dapat mempunyai rentang dari yang sangat rendah, rnudah,
sedang, agak tinggi sampai dengan tinggi.
B. Pembahasan
Dalam pembelajaran active learning, siswa dituntut
keaktifannya. Dalam setiap materi, digunakan langkah yang berbeda. Langkah-langkah
pembelajaran trigonometri dengan active learning adalah sebagai berikut:
a. Pengertian
Sudut
Siswa diminta menggambar sinar garis, kemudian putar
sinar garis tersebut dengan pusat salah satu titiknya sehingga terbentuk suatu
sudut. Berangkat dari perputaran tersebut siswa diajak berdiskusi, agar
masing-masing mengkonstruksi konsep sudut pada diri siswa masing-masing.
b. Ukuran
Sudut
Dalam
pembelajaran ukuran sudut, dapat diajarkan dengan metode eksposisi.
1)
Sudut Seksagesimal
Langkah-langkah untuk mengajarkan sudut seksageimal
adalah sebagai berikut :
a)
Sebagai motivasi digunakan sejarah
matematika, bahwa berdasarkan hasil
penggalian situs purbakala di lembah Mesopotamia (sekarang termasuk daerah
Irak), dikemukakan bahwa ilmu pengetahuan yang dimiliki bangsa Babilonia pada
masa itu sudah sangat tinggi, bahkan dari peninggalan bangsa Sumeria didapati
telah membagi satu putaran penuh menjadi 360 derajat.
b)
Dari kentetuan tersebut, dengan mudah
dapat ditunjukan bahwa 1 derajat dibagi menjadi 60 menit, dan satu menit dibagi
menjadi 60 detik.
2)
Sudut Radian
Sebagai motivasi, diceritakan meriam dalam
kemiliteran zaman dulu diperlukan ukuran sudut yang tidak menggunakan ukuran
derajat, namun ukuran lain yang lazim kita kenal dengan istilah radian. Dalam
system radian yang dimaksud besar sudut pusat dari suatu lingkaran yang panjang
busur dihadapan sudut tersebut adalah sama dengan jari-jari lingkaran tersebut.
Dengan teknik bertanya untuk meningkatkan derajat keaktifan pembelajaran, maka
dibahas hubungan antara sudut radian dengan seksagesimal.
c. Mendefinisikan
sinus, cosinus dan tangent
Pendekatan untuk menentukan nilai sinus, cosinus dan tangent mengacu indicator
yang dikembangkan dari kemampuan dasar adalah dengan menggunakan perbandingan
trigonometri segitiga siku-siku.
Seusai siswa mengkonstruksi pemahaman konsep dari
perbandingan trigonometri sinus, kosinus dan tangent, agar pengertian yang
diasosiasikan dapat diingat siswa, maka dapat digunakan strategi kooperatif
learning dengan model jigsaw. Langkah-langkahya adalah:
1) Guru
mempersiapkan tugas yang harus menggunakan perbandingan sinus, kosinus dan
tangent yang diambil dari lingkungan sekolah.
Misal suatu keberadaan tiang listrik yang diperkuat dengan tali pancang
dapat dimanfaatkan untuk memantapkan pemahaman sinus.
2) Guru
membentuk kelompok jigsaw yang jumlahnya sesuai dengan tugas yang telah dibuat.
Kemudian setiap kelompok diberi tugas untuk diselesaikan.
3) Guru
membentuk kelompok expert (counterpart), yang banyaknya kelompok sama dengan
banyaknya tugas yang berhasil dibuat oleh guru dan anggota masing-masing terdiri dari satu orang setiap kelompok
jigsaw. Kemudian kelompok ini berdiskusi untuk menyelesaikan tugas yang
diberikan.
4) Setelah
masing-masing kelompok menyelesaikan tugas, anggota kelompok expert kembali ke
kelompok jigsaw untuk menerangkan kepada anggota kelompok jigsaw.
5) Kegiatan
ini diakhiri dengan membahas bersama pekerjaan yang telah diselesaikan.
d. Perluasan
Nilai Perbandingan Trigonometri
1) Perluasan
dari pengertian sinus , kosinus, dan tangent, siswa diarahkan untuk memahami
konsep perbandingan kotangen, sekan dan kosekan.
2) Berpangkal
dari definisi perbandingan trigonometri, dengan diadakan tanya jawab,
dikembangkan sifat hubungan antar masing-masing perbandingan trigonometri.
3) Untuk
pembuktian sifat-sifat, guru dapat menggunakan pembelajaran kooperatif dengan
model TAI (Team Accelerated Instruction). Setiap siswa belajar pada aspek
khusus pembelajaran secara individual. Anggota kelompok menggunakan lembar
jawab yang digunakan untuk saling memeriksa jawaban teman sekelompok, dan semua
anggota bertanggungjawab atas keseluruhan jawaban pada akhir sebagai
tanggungjawab bersama. Diskusi terjadi pada saat saling mempertanyakan jawaban
anggota kelompok.
e. Pembelajaran
Nilai Perbandingan Trigonometri untuk Sudut-sudut Istimewa
1)
Untuk membahas perbandingan sudut
istimewa (
) dengan langkah-langkah:
a)
Untuk memantapkan pemahaman tentang
perbandingan trigonometri sudut (
), digunakan pembelajaran dengan model
TAI. Guru membentuk kelompok dengan anggota kira-kira 5 orang, dengan tugas
masing-masing anggota kelompok mengerjakan seluruh tugas, kemudian anggota
kelompok yang satu memeriksa hasil pekerjaan kelompok lain. Kemudian
mendiskusikan pekerjaan yang ada.
2)
Untuk pengembangan sampai dengan
perbandingan trigonometri untuk sudut
, dan agar siswa sampai pada relational
understanding, maka dikaitkan nilai perbandingan trigonometri dengan system
koordinat Cartesius.
f. Rumus
Perbandingan Trigonometri Sudut Berelasi
Pada pembelajaran materi ajar ini, strategi yang
dipilih adalah kombinasi dari eksposisi dan pembelajaran kooperatif yaitu guru
menerangkan kemudian diadakan tanya jawab. Akhir dari pembahasan perbandingan
sudut berelasi, sampai pada kesimpulan bahwa nilai perbandingan sudut, nilai
positif atau negatifnya terletak pada kuadran mana sudut tersebut berada.
g. Hubungan
Perbandingan Trigonometri Sudut
Untuk
membahas materi ini ditempuh langkah-langkah sebagai berikut :
1) Dengan
strategi eksposisi, dan teknik bertanya diingatkan kembali rumus yang
menghubungkan perbandingan trigonometri yang telah ditemukan sebelumnya.
2) Agar
pemahaman tentang prinsip tersebut,dapat ditingkatkan menjadi pengetahuan siap,
maka dilatih lewat soal-soal identitas, dan untuk itu strategi yang cocok
adalah pemecahan masalah.
h. Koordinat
Kutub
1) Dengan
diingatkan kembali system koordinat cartesius dan diceritakan sedikit kisah
Rene des Cartes, orang yang mula-mula memperkenalkan system koordinat
(cartesius), maka diulas system koordinat Cartesius.
2) Diperkenalkan
system koordinat polar, dan untuk pemantapan kefahaman siswa tentang system koordinat
polar, maka penilaian proses menggunakan soal-saol yang menggunakan hubungan
koordinat Cartesius dan koordinat polar.
i.
Fungsi Trigonometri
Untuk pembelajaran fungsi trigonometri ini
diingatkan pengetahuan prasyaratnya yaitu pengertian fungsi. Dari pengertian
fungsi tersebut dikembangkan pengertian fungsi trigonometri f adalah fungsi
pada bilangan real. Untuk menggambar grafik fungsi sinus, kosinus dan tangent,
dapat dilakukan dengan pendekatan penugasan, dengan jalan menentukan nilai
fungsi dari titik-titik yang mudah dihitung. Dalam menentukan nilai fungsi
tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan table.
j.
Pembelajaran Rumus Segitiga dalam
Trigonometri
Dalam
pembelajaran rumus-rumus segitiga dalam trigonometri adalah materi yang sangat
baik untuk meningkatkan pola berfikir logis dengan jalan merefleksikan dengan
konteks yang sudah tertanam dalam benak siswa.
1)
Contohnya pada penemuan aturan sinus
guru menggunakan alat bantu pembelajaran berupa lembar kerja yang dapat
dikerjakan berkelompok dalam kelompok
kooperatif yang modelnya biasa digunakan jigsaw.
2)
Demikian juga aturan cosinus dapat
dilakukan dengan strategi dan pendekatan yang sama.
k. Jumlah
dan Selisih Sudut
Untuk pembahasan rumus-rumus jumlah dan selisih dua
sudut, sebenarnya cukup dibuktikan dengan satu rumus saja yang dibuktikan
dengan bimbingan guru, sedang yang lain dengan strategi pembelaajaran
kooperatif (dapat dengan model jigsaw) dapat dibuktikan sendiri oleh siswa
sehingga diperoleh pemahaman yang relational, agar dapat ditingkatkan menjadi
pengetahuan siap maka siswa disarankan saling berdiskusi untuk membuat mnemonic
(jembatan keledai).
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Aktivitas dan kreativitas siswa
dalam pembelajaran matematika merupakan faktor terpenting dalam menunjang
prestasi belajar, karena belajar matematika membutuhkan kecerdasan,
keterampilan menganalisa, berpikir abstrak, dan mendalam serta memiliki
kreativitas yang tinggi dalam memunculkan ide atau gagasan baru untuk
memecahkan soal matematika.
Dalam model pembelajaran Active
Learning, siswa dituntut keaktifannya. Keaktifan dalam pembelajaran adalah
lebih banyak berupa keaktifan mental meskipun dalam beberapa hal ada juga yang
diwujudkan dengan keaktifan fisik. Banyak kegiatan yang dilakukan agar siswa
dapat mengkonstruksi sendiri materi yang dipelajari. Salah satunya yaitu dengan
diskusi.
B. Saran
Sebagai pendidik, kita dituntut
untuk dapat memilih metode pembelajaran yang tepat. Dalam memilih metode,
hendaknya memilih metode yang dapat membuat siswa aktif, yaitu dengan Active
Learning. Dengan aktif learning, bukan guru yang aktif, tetapi siswa yang
dituntut untuk aktif.