Minggu, 29 Januari 2012

Active Learning dalam Pembelajaran Trigonometri


BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Permasalahan
Peningkatan kualitas pembelajaran merupakan salah satu pilar upaya peningkatan mutu pendidikan secara keseluruhan. Upaya peningkatan mutu pendidikan adalah bagian terpadu dari upaya peningkatan kualitas manusia, baik aspek kemampuan, kepribadian, maupun tanggung jawab sebagai warga negara.
Keberhasilan suatu pendidikan dapat tercapai apabila manusia selalu belajar. Belajar mengandung dua pokok pengertian yaitu proses dan hasil belajar. Proses belajar disini dimaknai sebagai suatu kegiatan dan usaha untuk mencapai perubahan tingkah laku, sedangkan perubahan tingkah laku tersebut merupakan hasil belajar. Hasil belajar dalam dunia pendidikan pada umumnya ditunjukkan dengan prestasi belajar artinya bahwa keberhasilan proses belajar mengajar salah satunya dapat dilihat pada hasil atau prestasi yang dicapai siswa.
Pada dunia pendidikan, ilmu matematika merupakan salah satu komponen dari serangkaian mata pelajaran yang mempunyai peranan penting. Matematika sangat diperlukan sebagai alat dalam pengembangan teknologi dan industri. Matematika digunakan sebagai alat bantu dan dasar logika penalaran, sehingga matematika diberikan hampir semua jenjang pendidikan, bahkan diujikan secara nasional pada setiap akhir jenjang pendidikan.
Ada banyak alasan tentang perlunya siswa belajar matematika. Alasan perlunya belajar matematika karena matematika merupakan:
1. Sarana berpikir yang jelas dan logis.
2. Sarana untuk memecahkan masalah.
3. Sarana mengenal pola–pola hubungan dan generalisasi pengalaman.
4. Sarana untuk mengembangkan kreativitas
5. Sarana untuk meningkatkan kesadaran terhadap perkembangan budaya.
Saat ini kondisi pengajaran matematika memang belum seperti yang diharapkan, kritik dan sorotan masih dikemukakan, antara lain adanya kemerosotan mutu kelulusan yang ditandai dengan rendahnya prestasi belajar siswa. Para ahli matematika menyadari bahwa mutu pendidikan matematika sangat tergantung pada kualitas guru dalam praktik mengajarnya, sehingga peningkatan kualitas pembelajaran merupakan isu mendasar bagi peningkatan prestasi belajar matematika
Proses pembelajaran matematika yang dilakukan di sekolah-sekolah cenderung menunjukkan guru lebih banyak ceramah, media belum dimanfaatkan, pengelolaan belajar cenderung klasikal dan kegiatan belajar kurang bervariasi, tuntutan guru terhadap hasil belajar dan produktifitas rendah, tidak ada pajangan hasil karya peserta didik, guru dan buku sebagai sumber belajar, semua peserta didik dianggap sama, penilaian hanya berupa test, latihan dan tugas kurang menantang, dan interaksi pembelajaran searah.
Pembelajaran yang demikian ini tidak menunjukkan apapun mengenai upaya dari gurunya, hanya menghabiskan waktu dan anggaran tanpa kemajuan yang berarti. Proses belajar matematika yang baik adalah guru harus mampu menciptakan suasana yang aktif dan kreatif untuk membuat siswa antusias terhadap persoalan matematika.
Selama ini pembelajaran matematika yang berlangsung di sekolah sebagian besar menggunakan metode ceramah. Metode ceramah adalah penyajian pelajaran yang dilakukan guru dengan penjelasan lisan secara langsung terhadap siswa.
Pembelajaran dengan metode ini guru lebih aktif dan siswa cenderung pasif karena hanya duduk dan menerima informasi dari guru. Meskipun ceramah guru memberikan kesempatan untuk bertanya, namun siswa biasanya hanya diam karena belum terbiasa dilatih untuk memikirkan dan mengemukakan gagasan yang dimiliki. Metode pembelajaran yang demikian berdampak pada rendahnya aktivitas dan kreativitas anak sehingga berdampak pula pada prestasi belajar siswa.
Aktivitas dan kreativitas siswa dalam pembelajaran matematika merupakan faktor terpenting dalam menunjang prestasi belajar, karena belajar matematika membutuhkan kecerdasan, keterampilan menganalisa, berpikir abstrak, dan mendalam serta memiliki kreativitas yang tinggi dalam memunculkan ide atau gagasan baru untuk memecahkan soal matematika. Selain itu untuk meningkatkan prestasi belajar siswa, guru harus bisa memilih suatu metode pembelajaran yang tepat sehingga siswa mudah untuk menerima pelajaran. Misalnya guru menggunakan pendekatan Active Learning. Pendekatan ini mewajibkan para siswa untuk berkolaborasi dengan teman sekelas, berpindah-pindah tempat, dan tidak terpaku di tempat duduk sehingga siswa semakin senang dalam mengikuti pelajaran di kelas.

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan pada uraian latar belakang masalah tersebut diatas dapat diidentifikasi beberapa masalah, sebagai berikut :
1. Adanya kemungkinan prestasi belajar siswa dalam pembelajaran matematika masih rendah, dipengaruhi oleh motivasi belajar siswa yang rendah pula.
2. Adanya kemungkinan pemilihan strategi pembelajaran mempengaruhi prestasi belajar siswa.

C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka penyusun mencoba merumuskan masalah sebagai berikut “Bagaimana langkah-langkah yang dilakukan dalam pembelajaran trigonometri dengan pendekatan Active Learning?”.

D. Tujuan Penulisan
      Tujuan penulis menulis makalah ini adalah :
1.      Meningkatkan prestasi belajar siswa, karena dengan adanya active learning diharapkan siswa mampu menguasai materi dengan baik.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Tinjauan Pustaka
Pembelajaran Aktif atau yang akrab dengan istilah Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Learning (SAL), sebenarnya dalam dunia pendidikan bukanlah yang baru, tetapi di Indonesia baru sekitar tahun seribu sembilan ratus Sembilan puluhan saat dipopulerkan secara nasional. Pengertian CBSA sendiri tidak mudah didefinisikan secara tegas, sebab bukankah belajar itu sendiri wujud dari keaktifan siswa walaupun derajat keaktifan yang tidak dapat diukur atau diamati, misalnya menggunakan khasanah pengetahuannya untuk memecahkan masalah, memilih teorma-teorema, konsep-konsep untuk membuktikan suatu proposisi, melakukan asimilasi dan modifikasi dalam rangka memahami pelajaran dan sebagainya.
Keaktifan dalam pembelajaran adalah lebih banyak berupa keaktifan mental meskipun dalam beberapa hal  juga yang diwujudkan dengan keaktifan fisik. Sejalan dengan faham konstruktivisme, diyakini bahwa mengajar tidak dapat disamakan dngan menuangkan air kedalam botol, atau melukiskan suatu informasi pada selembar kertas. Konstruvisme berlandaskan dua hipotesis, yaitu :
1.      Pengetahuan dibangun (dikonstruksi) secara aktif oleh dan dalam diri subyek belajar, bukan secara pasif diterima dari lingkungan belajar.
2.      Peranjakan dalam memahami seuatu pngetahuan merupakan proses adatif, yang mengorganisasikan pengalaman si pelajar dalam interaksi dengan lingkungannya.
Dalam faham konstruktivisme diyakini bahwa pengetahuan (knowledge) tentang sesuatu merupakan konstruksi (bentukan) oleh subyek yang (akan, sedang) dalam proses memahami sesuatu itu. Pengetahuan bukanlah gambaran dari dunia kenyataan yang ada, pengetahuan selalu merupakan akibat dari suatu kontruksi kognitif kenyataan melalui kegiatan seseorang.  (Paul Suparno, 1997). Pengetahuan bukanlah tentang dunia yang lepas dari pengalaman tetapi merupakan ciptaan manusia yang dikonstruksikan dari pengalaman atau dunia sejauh dialaminya. Proses pembuktian ini berjalan terus menerus setiap kali mengadakan reorganisasi karena adanya suatu pemahaman yang baru (Peaget, 1991). Pengetahuan selalu merupakan konstruksi dari seseorang yang mengetahui, maka tidak dapat ditransfer kepada penerima yang pasif. Penerima sendiri harus mengkonstruksi sendiri pengetahuan itu. Semua yang lain entah obyek maupun lingkungan, hanyalah sarana untuk yang terjadi konstruksi tersebut (Paul Suparno, 1997).
Berangkat dari pandangan ini maka seorang siswa dapat memahami matematika (termasuk di dalamnya Trigonometri SMA) hanya apabila siswa secara aktif mengkonstruksi pengetahuan yang ada pada  dirinya lewat pengalamanya dengan lingkungan lewat pengalaman belajar mereka.  Dalam pembelajaran aktif, siswa lebih berpartisipasi aktif sedemikian sehingga kegiatan siswa dalam belajar jauh lebih baik dominan dari kegiatan guru dalam mengajar. Tetapi perlu diketahui bahwa pembelajaran aktif bukan merupakan konsep yang memisahkan pembelajaran secara dikotomis menjadi  pembelajaran aktif dan pembelajaran pasif, derajat keaktifan dapat mempunyai rentang dari yang sangat rendah, rnudah, sedang, agak tinggi sampai dengan tinggi.

B.     Pembahasan
Dalam pembelajaran active learning, siswa dituntut keaktifannya. Dalam setiap materi, digunakan langkah yang berbeda. Langkah-langkah pembelajaran trigonometri dengan active learning adalah sebagai berikut:
a.       Pengertian Sudut
Siswa diminta menggambar sinar garis, kemudian putar sinar garis tersebut dengan pusat salah satu titiknya sehingga terbentuk suatu sudut. Berangkat dari perputaran tersebut siswa diajak berdiskusi, agar masing-masing mengkonstruksi konsep sudut pada diri siswa masing-masing.
b.      Ukuran Sudut
Dalam pembelajaran ukuran sudut, dapat diajarkan dengan metode eksposisi. 
1)      Sudut Seksagesimal
 Langkah-langkah untuk mengajarkan sudut seksageimal adalah  sebagai berikut :
a)   Sebagai motivasi digunakan sejarah matematika, bahwa berdasarkan  hasil penggalian situs purbakala di lembah Mesopotamia (sekarang termasuk daerah Irak), dikemukakan bahwa ilmu pengetahuan yang dimiliki bangsa Babilonia pada masa itu sudah sangat tinggi, bahkan dari peninggalan bangsa Sumeria didapati telah membagi satu putaran penuh menjadi 360 derajat.
b)   Dari kentetuan tersebut, dengan mudah dapat ditunjukan bahwa 1 derajat dibagi menjadi 60 menit, dan satu menit dibagi menjadi 60 detik.
2)      Sudut Radian
       Sebagai motivasi, diceritakan meriam dalam kemiliteran zaman dulu diperlukan ukuran sudut yang tidak menggunakan ukuran derajat, namun ukuran lain yang lazim kita kenal dengan istilah radian. Dalam system radian yang dimaksud besar sudut pusat dari suatu lingkaran yang panjang busur dihadapan sudut tersebut adalah sama dengan jari-jari lingkaran tersebut. Dengan teknik bertanya untuk meningkatkan derajat keaktifan pembelajaran, maka dibahas hubungan antara sudut radian dengan seksagesimal.


c.       Mendefinisikan sinus, cosinus dan tangent
Pendekatan untuk menentukan nilai  sinus, cosinus dan tangent mengacu indicator yang dikembangkan dari kemampuan dasar adalah dengan menggunakan perbandingan trigonometri segitiga siku-siku.
Seusai siswa mengkonstruksi pemahaman konsep dari perbandingan trigonometri sinus, kosinus dan tangent, agar pengertian yang diasosiasikan dapat diingat siswa, maka dapat digunakan strategi kooperatif learning dengan model jigsaw. Langkah-langkahya adalah:
1)      Guru mempersiapkan tugas yang harus menggunakan perbandingan sinus, kosinus dan tangent yang diambil dari lingkungan sekolah.  Misal suatu keberadaan tiang listrik yang diperkuat dengan tali pancang dapat dimanfaatkan untuk memantapkan pemahaman sinus.
2)      Guru membentuk kelompok jigsaw yang jumlahnya sesuai dengan tugas yang telah dibuat. Kemudian setiap kelompok diberi tugas untuk diselesaikan.
3)      Guru membentuk kelompok expert (counterpart), yang banyaknya kelompok sama dengan banyaknya tugas yang berhasil dibuat oleh guru dan anggota masing-masing  terdiri dari satu orang setiap kelompok jigsaw. Kemudian kelompok ini berdiskusi untuk menyelesaikan tugas yang diberikan.
4)      Setelah masing-masing kelompok menyelesaikan tugas, anggota kelompok expert kembali ke kelompok jigsaw untuk menerangkan kepada anggota kelompok jigsaw.
5)      Kegiatan ini diakhiri dengan membahas bersama pekerjaan yang telah diselesaikan.

d.      Perluasan Nilai Perbandingan Trigonometri
1)      Perluasan dari pengertian sinus , kosinus, dan tangent, siswa diarahkan untuk memahami konsep perbandingan kotangen, sekan dan kosekan.
2)      Berpangkal dari definisi perbandingan trigonometri, dengan diadakan tanya jawab, dikembangkan sifat hubungan antar masing-masing perbandingan trigonometri.
3)      Untuk pembuktian sifat-sifat, guru dapat menggunakan pembelajaran kooperatif dengan model TAI (Team Accelerated Instruction). Setiap siswa belajar pada aspek khusus pembelajaran secara individual. Anggota kelompok menggunakan lembar jawab yang digunakan untuk saling memeriksa jawaban teman sekelompok, dan semua anggota bertanggungjawab atas keseluruhan jawaban pada akhir sebagai tanggungjawab bersama. Diskusi terjadi pada saat saling mempertanyakan jawaban anggota kelompok.
e.       Pembelajaran Nilai Perbandingan Trigonometri untuk Sudut-sudut Istimewa
1)   Untuk membahas perbandingan sudut istimewa ( ) dengan langkah-langkah:
a)   Untuk memantapkan pemahaman tentang perbandingan trigonometri sudut  ( ), digunakan pembelajaran dengan model TAI. Guru membentuk kelompok dengan anggota kira-kira 5 orang, dengan tugas masing-masing anggota kelompok mengerjakan seluruh tugas, kemudian anggota kelompok yang satu memeriksa hasil pekerjaan kelompok lain. Kemudian mendiskusikan pekerjaan yang ada.
2)   Untuk pengembangan sampai dengan perbandingan trigonometri untuk sudut  , dan agar siswa sampai pada relational understanding, maka dikaitkan nilai perbandingan trigonometri dengan system koordinat Cartesius.


f.       Rumus Perbandingan Trigonometri Sudut Berelasi
Pada pembelajaran materi ajar ini, strategi yang dipilih adalah kombinasi dari eksposisi dan pembelajaran kooperatif yaitu guru menerangkan kemudian diadakan tanya jawab. Akhir dari pembahasan perbandingan sudut berelasi, sampai pada kesimpulan bahwa nilai perbandingan sudut, nilai positif atau negatifnya terletak pada kuadran mana sudut tersebut berada.
g.      Hubungan Perbandingan Trigonometri Sudut
Untuk membahas materi ini ditempuh langkah-langkah sebagai berikut :
1)      Dengan strategi eksposisi, dan teknik bertanya diingatkan kembali rumus yang menghubungkan perbandingan trigonometri yang telah ditemukan sebelumnya.
2)      Agar pemahaman tentang prinsip tersebut,dapat ditingkatkan menjadi pengetahuan siap, maka dilatih lewat soal-soal identitas, dan untuk itu strategi yang cocok adalah pemecahan masalah.
h.      Koordinat Kutub
1)      Dengan diingatkan kembali system koordinat cartesius dan diceritakan sedikit kisah Rene des Cartes, orang yang mula-mula memperkenalkan system koordinat (cartesius), maka diulas system koordinat Cartesius.
2)      Diperkenalkan system koordinat polar, dan untuk pemantapan kefahaman siswa tentang system koordinat polar, maka penilaian proses menggunakan soal-saol yang menggunakan hubungan koordinat Cartesius dan koordinat polar.
i.        Fungsi Trigonometri
Untuk pembelajaran fungsi trigonometri ini diingatkan pengetahuan prasyaratnya yaitu pengertian fungsi. Dari pengertian fungsi tersebut dikembangkan pengertian fungsi trigonometri f adalah fungsi pada bilangan real. Untuk menggambar grafik fungsi sinus, kosinus dan tangent, dapat dilakukan dengan pendekatan penugasan, dengan jalan menentukan nilai fungsi dari titik-titik yang mudah dihitung. Dalam menentukan nilai fungsi tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan table.
j.        Pembelajaran Rumus Segitiga dalam Trigonometri
            Dalam pembelajaran rumus-rumus segitiga dalam trigonometri adalah materi yang sangat baik untuk meningkatkan pola berfikir logis dengan jalan merefleksikan dengan konteks yang sudah tertanam dalam benak siswa.
1)   Contohnya pada penemuan aturan sinus guru menggunakan alat bantu pembelajaran berupa lembar kerja yang dapat dikerjakan  berkelompok dalam kelompok kooperatif yang modelnya biasa digunakan jigsaw.
2)   Demikian juga aturan cosinus dapat dilakukan dengan strategi dan pendekatan yang sama.
k.      Jumlah dan Selisih Sudut
Untuk pembahasan rumus-rumus jumlah dan selisih dua sudut, sebenarnya cukup dibuktikan dengan satu rumus saja yang dibuktikan dengan bimbingan guru, sedang yang lain dengan strategi pembelaajaran kooperatif (dapat dengan model jigsaw) dapat dibuktikan sendiri oleh siswa sehingga diperoleh pemahaman yang relational, agar dapat ditingkatkan menjadi pengetahuan siap maka siswa disarankan saling berdiskusi untuk membuat mnemonic (jembatan keledai).








BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
                 Aktivitas dan kreativitas siswa dalam pembelajaran matematika merupakan faktor terpenting dalam menunjang prestasi belajar, karena belajar matematika membutuhkan kecerdasan, keterampilan menganalisa, berpikir abstrak, dan mendalam serta memiliki kreativitas yang tinggi dalam memunculkan ide atau gagasan baru untuk memecahkan soal matematika.
                 Dalam model pembelajaran Active Learning, siswa dituntut keaktifannya. Keaktifan dalam pembelajaran adalah lebih banyak berupa keaktifan mental meskipun dalam beberapa hal ada juga yang diwujudkan dengan keaktifan fisik. Banyak kegiatan yang dilakukan agar siswa dapat mengkonstruksi sendiri materi yang dipelajari. Salah satunya yaitu dengan diskusi.
B.     Saran
                 Sebagai pendidik, kita dituntut untuk dapat memilih metode pembelajaran yang tepat. Dalam memilih metode, hendaknya memilih metode yang dapat membuat siswa aktif, yaitu dengan Active Learning. Dengan aktif learning, bukan guru yang aktif, tetapi siswa yang dituntut untuk aktif. 





Tidak ada komentar:

Posting Komentar